Murid Teriak Lapar, Seorang Guru Kontrak di Salah Satu SD di Timika cuma Bisa Menangis

kampung_aikawapuka_tidak_mendapat_perhatian_pemda_mimika
Sherly Walalayuk berdiri di tengah warga kampung Aikawapuka dan dihadapan anggota Komisi B DPRD Mimika untuk menyampaikan keluhan dan masukan terkait kondisi pendidikan di kampung tersebut

Mimika | Seorang guru kontrak yang mengajar di sekolah dasar (SD) Inpres Kampung Aikawapuka, Distrik Mimika Tengah, Provinsi Papua Tengah, mengeluh soal kurangnya perhatian Pemkab Mimika terhadap murid sekolah dasar tempat ia mengajar maupun nasib orang tua murid di kampung tersebut.

Sherly Walalayuk, guru kontrak tersebut, mengungkap kondisi para murid dan orang tua murid warga Kampung Aikawapuka. Hal itu diungkap dihadapan para anggota Komisi B DPRD Kabupaten Mimika, saat para anggota legislatif tersebut melakukan kunjungan kerja, Jumat, 2/6/2023.

Salah satu kendala proses belajar mengajar di sekolah tersebut adalah soal makan dan minum (sarapan). Hampir tiap hari, kata Sherly, ada murid dari kelasnya yang tidak hadir karena alasan lapar.

“Terus terang saja, yang menjadi kendala kami guru-guru dalam mengajar, kebutuhan anak-anak setiap hari dalam (soal) makan dan minum. Anak-anak malas ke sekolah karena belum makan," kata Sherly dihadapan para anggota Kimisi B DPRD Mimika, Jumat (2/6/2023).

"Baru masuk pelajaran anak-anak sudah teriak 'ibu saya lapar', 'ibu saya lapar'," sambung Sherly.

Sherly melanjutkan, dia hanya bisa sedih dan menangis karena kondisi seperti itu hampir tiap hari harus ia saksikan dan alami sendiri.

"Kami mau bikin apa, air mata saja yang kadang jatuh melihat ini,” kata Sherly.

Dikatakan Sherly, ia dan rekannya sendiri melihat kondisi warga kampung tersebut yang susah karena kurangnya perhatian pemerintah setempat, sehingga tak bisa orang tua murid yang disalahkan.

“Kita mau salahkan siapa, orang tua? Sedangkan kita lihat saja kehidupan masyarakat sehari-hari saja (sangat) susah," katanya.

Sherly dan rekannya pun terkadang mengeluh karena sering kali warga kampung tersebut harus meminta bahan makanan kepada mereka sementara stok bahan makanan untuk mereka cukup terbatas.

Gaji kami, kata Sherly, terkadang harus dipakai semua untuk membeli bahan makanan untuk dibawa ke tempat tugas. Hal itu karena mereka harus berbagi bahan makanan dengan warga.

"Kami punya gaji juga habis beli bama (bahan makanan) selama tugas di sini, karena bukan kami sendiri yang makan, kami beri (berbagi) juga kepada masyarakat [setempat]”, katanya.

Mewakili para guru yang bertugas di Kampung Aikawapuka, Sherly meminta agar Anggota DPRD Mimika dari Komisi B yang melakukan kunjungan kerja pada saat itu, untuk perjuangkan aspirasi warga kampung dan para guru yang bertugas di kampung tersebut.

Selain itu, Sherly juga menyampaikan kurangnya tenaga guru yang mengajar di kampung itu, karena terkadang mereka kewalahan ketika semua murid hadir.

“Tolong bicara kepada pemerintah untuk memperhatikan, kami juga kekurangan guru, di kampung ini satu kelas bisa sampai 39 anak, kalau masuk semua kami tidak mampu menangani,” harapnya.

Sherly juga mengungkap soal kurangnya sara prasarana pendukung di tempat mereka mengajar, yang dapat meningkatkan kualitas anak sekolah di Kampung Aikawapuka.

Sekolah dengan akreditasi C ini juga tidak memiliki buku pelajaran sebagai sarana prasarana guru untuk mengajar. Sehingga Sherly juga berharap kerja sama antara guru, pemerintah dan masyarakat bisa dibangun dan berjalan dengan baik.

Jika kerja sama itu dilakukan, lanjut dia, kualitas anak-anak di Kampung Aikawapuka pasti tidak akan kalah dari anak-anak yang sekolah di kota.

Aser Gobai saat dihubungi, dia mengatakan Komisi B DPRD Mimika sudah mencatat aspirasi dan saran warga Kampung Aikawapuka.

"Saya salah satu yang ikut turun ke kampung Aikawapuka dan mendengar langsung apa yang disampaikan warga. Kami sudah catat dan rekam semua aspirasi mereka," kata Aser saat dihubungi.

Ketua DPD Partai NasDem itu sempat kaget, karena ia mengira fasilitas dan sarana prasarana sekolah sudah dibangun cukup baik di kapung tersebut.

"Ternyata tidak seperti pikiran saya, sarana prasarana sekolah tidak lengkap. Bahkan menurut pengakuan perwakilan guru setempat, untuk guru saja sangat kurang makanya ada yang rangkap sebagai guru olahraga, menjadi guru agama mereka tidak bisa karena para guru semuanya protestan sementara semua muridnya katolik," kata Aser.

Aser enggan menjelaskan pendapatnya terkait mengapa kondisi warga kampung Aikawapuka bisa mengalami nasib seperti yang ia dengar sendiri dari warga.

Menurutnya, jika ia menyampaikan analisisnya maka ia akan dinilai berpolitik dengan penderitaan warga karena ia sangat kritis terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika.

"Kalau saya sampaikan pendapat saya soal mengapa terjadi seperti itu, nanti saya dinilai politisasi penderitaan warga. Makanya saya simpan saja analisa dan pendapat saya," katanya.

"Tapi soal aspirasi dari Kampung Aikawapuka, akan kami fight (perjuangkan) saat rapat dengan pemerintah daerah nanti, akan saya sampaikan saran dan pendapat saya kepada pemerintah pada saat rapat," sambungnya.

Selain itu, Aser mengatakan dia akan mecari tahu penyebab Kampung Aikawapuka sering mengalami banjir yang merusak perkebunan warga sehingga menghilangkan pendapatan warga.

"Jika salah satu faktor penyebab Aikawapuka sering mengalami banjir adalah karena adanya pembukaan lahan kelapa sawit oleh salah satu perusahaan, maka kami akan minta supaya perusahaan tersebut ikut bertanggung jawab dengan nasib warga di kampung Aikawapuka," tandasnya.

Sekedar diketahui, Kampung Aikawapuka merupakan salah satu kampung di antara sekitar 5 kampung yang terletak di Distrik Mimika Tengah, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah. Akses ke kampung ini bisa melalui sungai ataupun melalui laut sebelum masuk melalui jalur sungai.

Kampung ini sering mengalami banjir rob dan menyebabkan rusaknya tanaman perkebunan milik warga. Sementara itu, penghasilan tetap warga kapung ini berasal dari hasil perkebunan, di antaranya sagu dan pisang. | Ed

Posting Komentar

0 Komentar